Kisah Salahuddin Al-Ayyubi Yang Tidak Banyak Diketahui Orang

Salahuddin Al-Ayyubi atau yang juga sering disebut sebagai Sultan Saladin, adalah pahlawan Islam ketika terjadi perang salib. Pada suatu ketika dia berkata:

" Bagaimana aku ingin tertawa sedangkan masjid Al-Aqsha masih dibawah jajahan musuh? "

kata Sallahuddin al-Ayubbi ketika ditanya mengapa ia selalu serius dan tidak pernah tertawa ..

Salahuddin adalah dari keturunan Kurdi. Bukan orang Arab, bukan berkebangsaan Palestina .. tapi .. mengapa salahuddin menghabiskan sepanjang hidupnya berperang untuk membebaskan Palestina dan Al-Aqsha?

Betapa hebatnya salahuddin ketika berhasil menyatukan umat islam yang terpecah belah, segala persoalan paham, mazhab, ras, dan keturunan semuanya ditinggalkan untuk bersatu di bawah panji Islam yang dipimpin Salahuddin. Bahkan .. Salahuddin berhasil menyatukan paham yang sering berselisih yaitu Syiah dan Ahli Sunnah waljamaah untuk berjuang atas nama Islam ..

Hebat benar engkau Salahuddin ....

Suatu ketika dulu ia pernah meminta air minum, tetapi entah apa sebabnya air itu tidak diberikan kepadanya. Beliau meminta sampai lima kali lalu berkata, "Aku hampir mati kehausan". ia kemudian meminum air yang dibawakan kepadanya tanpa menunjukkan kemarahan ..

Betapa sabarnya  kau Salahuddin ..

Dalam kesungguhan, semangat dan ketahanan rasanya tidak ada yang bisa menandingi Salahuddin.

Kadang-kadang ia sendiri pergi ke tempat perkemahan tentara musuh bersama pengawalnya paling tidak sekali bahkan dua kali sehari. Ketika berperang ia sendiri akan pergi menerjang celah-celah tentara musuh yang sedang maju. beliau selalu mengadakan pemeriksaan pada setiap tentaranya dan memberikan arahan kepada panglima-panglima tentaranya.

Suatu Malam .. Richard the Lion Raja Inggris, musuh salahuddin sedang sakit didalam tenda tentara Kristen ..
Tiba-tiba ada satu sosok manusia datang kepada Richard the Lion untuk mengobati penyakitnya .. siapa sangka manusia itu musuh Richard sendiri .. Solahuddin Al-Ayubi .. Dia sanggup menyamar dan membuang perasaan benci untuk merawat musuhnya sendiri. Subhanallah ..

Pernah diceritakan, Salahuddin Al-ayubi pernah berhadapan dengan Richard the lion untuk menunjukkan kehebatan dan keahlian masing-masing. Richard the lion yang berbadan besar mengambil pedang dari sarungnya dan dengan penuh tenaga menghunus kearah sebuah batu besar .. batu itu terbelah ..

Ketika tiba giliran Salahuddin .. Salahuddin lantas melemparkan sehelai kain sutra kelangit dan mengulurkan pedangnya,. Kain sutra dengan perlahan jatuh dan hinggap dimata pedang .. Kain itu terpotong dua karena tajamnya mata pedang Salahuddin.

Dalam medan peperangan beliau bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan-tangan jahat.

Dia akan bergerak dari satu ujung medan peperangan ke ujung yang lain untuk
mengingatkan pasukannya agar benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata.
Dia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang
mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.

Ketika mengepung Acre dia hanya minum tanpa mau makan, itupun setelah dipaksa oleh dokter pribadinya. Dokter itu mengatakan bahwa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jumat sampai Senin  kerena beliau tidak ingin perhatiannya kepada peperangan terganggu ..

Semangan Tentara Islam teramat dahsyat memaksa tentara Kristen menyerah. tidak ada lagi pertempuran terjadi

Panglima tentara kristen berkuda menuju kearah Salahudin Al-Ayubbi didepan Yerusalem ..

"Apakah kamu orang islam akan memperlakukan kami seperti kami memperlakukan keatas orang-orang kamu sebelumnya?" Kata Panglima Militer Kristen

Selama Kristen merebut Yerusalem dahulu, jalan-jalan di Jerusalem 'tersumbat' dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan dipanah dari jarak dekat di atas atap dan menara rumah-rumah ibadah. Darah merah mewarnai bumi Palestina akibat pembunuhan orang Islam secara massal.

"Kami orang Islam tidak seperti kamu" Jawab Salahuddin Al-Ayubi.

Jawaban ini telah menyebabkan banyak orang Kristen memeluk Islam karena keindahan akhlak yang ditampilkan Salahuddin Al-ayubbi ..

Salahuddin tidak membalas tindakan mereka membunuh orang Islam yang tidak bersalah saat orang Kristen merebut Yerusalem. Sesuai dengan tuntutan Islam, Orang sipil tidak dapat dibunuh dalam peperangan ..

Hari itu, Langit begitu cerah. Teriakan "Allahhu Akbar" dan "Tiada tuhan melainkan
Allah "telah memenuhi langit .. Para tentara tersenyum girang ..

Pada Jumat, 27 Rajab 583H bersamaan dengan tanggal peristiwa isra’  mikraj Rasulullah SAW.

Yerusalem diambil alih tentara Mukmin.
Banyak orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, pedagang dan orang-orang biasa datang merayakan kemenangan ini setelah menunggu hampir 90 tahun saat shalat Jumat digelar kembali di Baitul Muqaddis. ALLAHUAKBAR!
Salib yang terpampang di 'Dome of Rock' telah diturunkan.
Betapa hebatnya hari itu hanya Allah yang tahu ..
Sebuah kemenangan bagi seluruh Umat Islam

27 Safar, 589H

Malam itu telah nampak tanda-tanda berakhirnya kehidupan Salahuddin

Syeikh Abu Ja'afar, seorang yang wara' telah diberi kepercayaan untuk duduk disebelah Salahuddin ketika ia Nazak.

Salahuddin  antara pingsan dan sadar.

Lalu Syeikh Abu Jaafar membacakan

"Dialah Allah, tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata"
(Al-Hasyr: 22)

Segera setelah Syeikh Abu Jaafar membacakan ayat tersebut, Salahuddin terus membuka matanya sambil tersenyum dengan muka yang berseri dan perasaan yang gembira dia berkata:

"Memang Benar"

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Rohnya pun kembali kerahmatullah.

Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika beliau wafat. Tidak ada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan properti-properti lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk biaya pemakamannya. Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung biaya pemakaman. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.

Empat puluh tahun kemudian, Lord Olenby yang memimpin tentara Salibiah berhasil memasuki kembali kota Yerusalem, dia pergi ke kuburan Salahuddin dan menginjakkan kakinya ke atas kuburan Salahuddin sambil berkata:

"Sekarang aku datang kembali ke sini."

Alangkah penakutnya Si Olenby .. Celakalah si penakut ini karena hanya berani berhadapan dengan Salahuddin yang telah mati ..

Tidak cukup dengan itu,

1917
Setelah Perdana Menteri Inggris mengumumkan berakhirnya perang salib,
Jenderal Perancis, Goro telah datang kekubur Salahuddin Al-Ayubi dan menendang kubur pembela Islam ini sambil berkata

"Bangunlah Salahuddin, Kami sudah sampai disini!"

Alangkah bencinya mereka terhadap Pahlawna umat Islam ini .. Maha Suci Allah, telah mengaruniakan seorang manusia yang hebat dalam membantu menegakkan umat Islam

Layakkah kita dibandingkan dengan Salahuddin Al-Ayubi? Kisahkan sejarah ini kepada anak-anak kita, agar semangat membela Islam tumbuh di dada mereka. Kenalkan mereka dengan pahlawan-pahlawan Islam, bukan pada pahlawan fiktif yang sering mereka lihat di TV.


Semoga Allah mengirimkan lagi lebih banyak Salahuddin di bumi ini…

0 komentar:

Strategi penaklukan Baitul Maqdis

STRATEGI PENAKLUKAN BAITUL MAQDIS

Kali ini kita akan bercerita tentang seorang laki-laki mulia dan memiliki peranan yang besar dalam sejarah Islam, seorang panglima Islam, serta kebanggaan suku Kurdi, ia adalah Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub bin Syadi atau yang lebih dikenal dengan Shalahuddin al-Ayyubi atau juga Saladin. Ia adalah seorang laki-laki yang mungkin sebanding dengan seribu laki-laki lainnya.
Asal dan Masa Pertumbuhannya

Shalahuddin al-Ayyubi adalah laki-laki dari kalangan ‘ajam (non-Arab), tidak seperti yang disangkakan oleh sebagian orang bahwa Shalahuddin adalah orang Arab, ia berasal dari suku Kurdi. Ia lahir pada tahun 1138 M di Kota Tikrit, Irak, kota yang terletak antara Baghdad dan Mosul. Ia melengkapi orang-orang besar dalam sejarah Islam yang bukan berasal dari bangsa Arab, seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan lain-lain.

Karena suatu alasan, kelahiran Shalahuddin memaksa ayahnya untuk meninggalkan Tikrit sehingga sang ayah merasa kelahiran anaknya ini menyusahkan dan merugikannya. Namun kala itu ada orang yang menasihatinya, “Engkau tidak pernah tahu, bisa jadi anakmu ini akan menjadi seorang raja yang reputasinya sangat cemerlang.”

Dari Tikrit, keluarga Kurdi ini berpindah menuju Mosul. Sang ayah, Najmuddin Ayyub tinggal bersama seorang pemimpin besar lainnya yakni Imaduddin az-Zanki. Imaduddin az-Zanki memuliakan keluarga ini, dan Shalahuddin pun tumbuh di lingkungan yang penuh keberkahan dan kerabat yang terhormat. Di lingkungan barunya dia belajar menunggang kuda, menggunakan senjata, dan tumbuh dalam lingkungan yang sangat mencintai jihad. Di tempat ini juga Shalahuddin kecil mulai mempelajari Alquran, menghafal hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mempelajari bahasa dan sastra Arab, dan ilmu-ilmu lainnya.

Diangkat Menjadi Mentri di Mesir

Sebelum kedatangan Shalahuddin al-Ayyubi, Mesir merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Syiah, Daulah Fathimiyah. Kemudian pada masa berikutnya Dinasti Fathimiyah yang berjalan stabil mulai digoncang pergolakan di dalam negerinya. Orang-orang Turki, Sudan, dan Maroko menginginkan adanya revolusi. Saat itu Nuruddin Mahmud, paman Shalahuddin, melihat sebuah peluang untuk menaklukkan kerajaan Syiah ini, ia berpandangan penaklukkan Daulah Fathimiyyah adalah jalan lapang untuk membebaskan Jerusalem dari kekuasaan Pasukan Salib.

Nuruddin benar-benar merealisasikan cita-citanya, ia mengirim pasukan dari Damaskus yang dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh untuk membantu keponakannya, Shalahuddin al-Ayyubi, di Mesir. Mengetahui kedatangan pasukan besar ini, sebagian Pasukan Salib yang berada di Mesir pun lari kocar-kacir sehingga yang dihadapi oleh Asaduddin dan Shalahuddin hanyalah orang-orang Fathimyah saja. Daulah Fathimiyah berhasil dihancurkan dan Shalahuddin diangkat menjadi mentri di wilayah Mesir. Namun tidak lama menjabat sebagai menteri di Mesir, dua bulan kemudian Shalahuddin diangkat sebagai wakil dari Khalifah Dinasti Ayyubiyah.

Selama dua bulan memerintah Mesir, Shalahuddin membuat kebijakan-kebijakan progresif yang visioner. Ia membangun dua sekolah besar berdasarkan madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini ia tujukan untuk memberantas pemikiran Syiah yang bercokol sekian lama di tanah Mesir. Hasilnya bisa kita rasakan hingga saat ini, Mesir menjadi salah satu negeri pilar dakwah Ahlussunnah wal Jamaah atau Sunni. Kebijakan lainnya yang ia lakukan adalah mengganti penyebutan nama-nama khalifah Fathimiyah dengan nama-nama khalifah Abbasiyah dalam khutbah Jumat.

Menaklukkan Jerusalem

Persiapan Shalahuddin untuk menggempur Pasukan Salib di Jerusalem benar-benar matang. Ia menggabungkan persiapan keimanan (non-materi) dan persiapan materi yang luar biasa. Persiapan keimanan ia bangun dengan membersihkan akidah Syiah bathiniyah dari dada-dada kaum muslimin dengan membangun madrasah dan menyemarakkakn dakwah, persatuan dan kesatuan umat ditanamkan dan dibangkitkan kesadaran mereka menghadapi Pasukan Salib. Dengan kampanyenya ini ia berhasil menyatukan penduduk Syam, Irak, Yaman, Hijaz, dan Maroko di bawah satu komando. Dari persiapan non-materi ini terbentuklah sebuah pasukan dengan cita-cita yang sama dan memiliki landasan keimanan yang kokoh.

Dari segi fisik Shalahuddin mengadakan pembangunan makas militer, benteng-benteng perbatasan, menambah jumlah pasukan, memperbaiki kapal-kapal perang, membangun rumah sakit, dll.

Pada tahun 580 H, Shalahuddin menderita penyakit yang cukup berat, namun dari situ tekadnya untuk membebaskan Jerusalem semakin membara. Ia bertekad apabila sembuh dari sakitnya, ia akan menaklukkan Pasukan Salib di Jerusalem, membersihkan tanah para nabi tersebut dari kesyirikan trinitas.

Dengan karunia Allah, Shalahuddin pun sembuh dari sakitnya. Ia mulai mewujudkan janjinya untuk membebaskan Jerusalem. Pembebasan Jerusalem bukanlah hal yang mudah, Shalahuddin dan pasukannya harus menghadapi Pasukan Salib di Hathin terlebih dahulu, perang ini dinamakan Perang Hathin, perang besar sebagai pembuka untuk menaklukkan Jerusalem. Dalam perang tersebut kaum muslimin berkekuatan 63.000 pasukan yang terdiri dari para ulama dan orang-orang shaleh, mereka berhasil membunuh 30000 Pasukan Salib dan menawan 30000 lainnya.

Setelah menguras energy di Hathin, akhirnya kaum muslimin tiba di al-Quds, Jerusalem, dengan jumlah pasukan yang besar tentara-tentara Allah ini mengepung kota suci itu. Perang pun berkecamuk, Pasukan Salib sekuat tenaga mempertahankan diri, beberapa pemimpin muslim pun menemui syahid mereka –insya Allah- dalam peperangan ini. Melihat keadaan ini, kaum muslimin semakin bertambah semangat untuk segera menaklukkan Pasukan Salib.

Untuk memancing emosi kaum muslimin, Pasukan Salib memancangkan salib besar di atas Kubatu Shakhrakh. Shalahuddin dan beberapa pasukannya segera bergerak cepat ke sisi terdekat dengan Kubbatu Shakhrakh untuk menghentikan kelancangan Pasukan Salib. Kemudian kaum muslimin berhasil menjatuhkan dan membakar salib tersebut. Setelah itu, jundullah menghancurkan menara-menara dan benteng-benteng al-Quds.

Pasukan Salib mulai terpojok, merek tercerai-berai, dan mengajak berunding untuk menyerah. Namun Shalahuddin menjawab, “Aku tidak akan menyisakan seorang pun dari kaum Nasrani, sebagaimana mereka dahulu tidak menyisakan seorang pun dari umat Islam (ketika menaklukkan Jerusalem)”. Namun pimpinan Pasukan Salib, Balian bin Bazran, mengancam “Jika kaum muslimin tidak mau menjamin keamanan kami, maka kami akan bunuh semua tahanan dari kalangan umat Islam yang jumlahnya hampir mencapai 4000 orang, kami juga akan membunuh anak-anak dan istri-istri kami, menghancurkan bangunan-bangunan, membakar harta benda, menghancurkan Kubatu Shakhrakh, membakar apapun yang bisa kami bakar, dan setelah itu kami akan hadapi kalian sampai darah penghabisan! Satu orang dari kami akan membunuh satu orang dari kalian! Kebaikan apalagi yang bisa engkau harapkan!” Inilah ancaman yang diberikan Pasukan Salib kepada Shalahuddin dan pasukannya.
Shalahuddin pun mendengarkan dan menuruti kehendak Pasukan Salib dengan syarat setiap laki-laki dari mereka membayar 10 dinar, untuk perempuan 5 dinar, dan anak-anak 2 dinar. Pasukan Salib pergi meninggalkan Jerusalem dengan tertunduk dan hina. Kaum muslimin berhasil membebaskan kota suci ini untuk kedua kalinya. Shalahuddin memasuki Jerusalem pada hari Jumat 27 Rajab 583 H / 2 Oktober 1187, kota tersebut kembali ke pangkuan umat Islam setelah selama 88 tahun dikuasai oleh orang-orang Nasrani. Kemudian ia mengeluarkan salib-salib yang terdapat di Masjid al-Aqsha, membersihkannya dari segala najis dan kotoran, dan mengembalikan kehormatan masjid tersebut.

Wafatnya Sang Pahlawan

Sebagaimana manusia sebelumnya, baik dari kalangan nabi, rasul, ulama, panglima perang dan yang lainnya, Shalahuddin pun wafat meninggalkan dunia yang fana ini. Ia wafat pada usia 55 tahun, pada 16 Shafar 589 H bertepatan dengan 21 Febuari 1193 di Kota Damaskus. Ia meninggal karena mengalami sakit demam selama 12 hari. Orang-orang ramai menyalati jenazahnya, anak-anaknya Ali, Utsman, dan Ghazi turut hadir menghantarkan sang ayah ke peristirahatannya. Semoga Allah meridhai, merahmati, dan  membalas jasa-jasa engkau wahai pahlawan Islam, sang pembebas Jerusalem.
Dikutib :http://kisahmuslim.com/shalahuddin-al-ayyubi/

0 komentar:

Kisah Najmuddin Mencari Jodoh

KISAH NAJMUDDIN AYYUB MENCARI JODOH
Semoga Allah mengkaruniakan kami dan anda sekalian dengan semisal isteri yang shalehah ini yang akan menggandeng tangan anda menuju ke dalam jannah

Najmuddin Ayyub (amir Tikrit) belum juga menikah dalam tempo yang lama. Maka bertanyalah sang saudara Asaduddin Syirkuh kepadanya: “Wahai saudaraku, kenapa engkau belum juga menikah?”
Najmuddin menjawab: “Aku belum menemukan seorang pun yang cocok untukku.”
“Maukah aku pinangkan seorang wanita untukmu?” tawar Asaduddin.
“Siapa?” Tandasnya.
“Puteri Malik Syah, anak Sulthan Muhammad bin Malik Syah Suthan Bani Saljuk atau puteri menteri Malik,” jawab asaduddin.
“Mereka semua tidak cocok untukku” tegas Najmuddin kepadanya.
Ia pun terheran, lalu kembali bertanya kepadanya: “Lantas siapa yang cocok untukmu?”
Najmuddin menjawab: “Aku menginginkan wanita shalehah yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan akan melahirkan seorang anak yang ia didik dengan baik hingga menjadi seorang pemuda dan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Ini merupakan mimpinya.

Asaduddin pun tak merasa heran dengan ucapan saudaranya tersebut. Ia bertanya kepadanya: “Terus dari mana engkau akan mendapatkan wanita seperti ini?”
“Barang siapa yang mengikhlaskan niatnya hanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepadanya,” jawab Najmuddin.

Suatu hari, Najmuddin duduk bersama salah seorang syaikh di masjid di kota Tikrit berbincang-bincang. Lalu datanglah seorang pemudi memanggil syaikh tersebut dari balik tabir sehingga ia memohon izin dari Najmuddin guna berbicara dengan sang pemudi. Najmuddin mendengar pembicaraan sang syaikh dengan si pemudi. Syaikh itu berkata kepada si pemudi: “Mengapa engkau menolak pemuda yang aku utus ke rumahmu untuk meminangmu?”
Pemudi itu menjawab: “Wahai syaikh, ia adalah sebaik-baik pemuda yang memiliki ketampanan dan kedudukan, akan tetapi ia tidak cocok untukku.”
“Lalu apa yang kamu inginkan?” Tanya syaikh.
Ia menjawab: “Tuanku asy-syaikh, aku menginginkan seorang pemuda yang akan menggandeng tanganku menuju jannah dan aku akan melahirkan seorang anak darinya yang akan menjadi seorang ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.”
Allahu Akbar, satu ucapan yang persis dilontarkan oleh Najmuddin kepada saudaranya Asaduddin.
Ia menolak puteri Sulthan dan puteri menteri bersamaan dengan kedudukan dan kecantikan yang mereka miliki.

Demikian juga dengan sang pemudi, ia menolak pemuda yang memiliki kedudukan, ketampanan, dan harta.
Semua ini dilakukan demi apa? Keduanya mengidamkan sosok yang dapat menggandeng tangannya menuju jannah dan melahirkan seorang ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin.

Bangkitlah Najmuddin seraya memanggil syaikh tersebut, “wahai Syaikh aku ingin menikahi pemudi ini.”
“Tapi ia seorang wanita fakir dari kampung,” jawab asy-syaikh.
“Wanita ini yang saya idamkan.” tegas Najmuddin.
Maka menikahlah Najmuddin Ayyub dengan sang pemudi. Dan dengan perbuatan, barang siapa yang mengikhlaskan niat, pasti Allah akan berikan rezeki atas niatnya tersebut.
Maka Allah mengaruniakan seorang putera kepada Najmuddin yang akan menjadi sosok ksatria yang bakal mengembalikan Baitul Maqdis ke dalam pangkuan kaum muslimin. Ketahuilah, ksatria itu adalah Shalahuddin al-Ayyubi.

Inilah harta pusaka kita dan inilah yang harus dipelajari oleh anak-anak kita.
Talkhis: Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’ karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin رحمه الله.

0 komentar:

Akhir Hayat Sholahuddin Al ayyubi

Setelah berhasil menaklukkan Yerussalem dan melakukan perjanjian damai dengan pasukan salib, Salahuddin kembali ke Damaskus. Riwayat menyebutkan bahwa pada suatu hari dimana hujan turun, dia melakukan perjalanan. Sekembalinya dari perjalanan tersebut, udara pada saat itu dingin dan lembab, sehingga dia jatuh sakit.
Setiap hari keadaannya semakin memburuk. Al-Imad menyebutkan “Aku bersama Salahuddin ketika dia sedang sakit. Demi Allah, semakin parah sakitnya, kepercayaannya kepada rahmat Allah semakin bertambah. Semakin lemah tubuhnya, maka semakin kuat keimanannya kepada Allah.”
Dalam keadaan itu, Salahuddin tidak dapat pergi ke masjid lagi, tapi dia bersikeras untuk menunaikan shalat berjamaah. Jadi mereka membawakannya seorang imam sehingga dia dapat menunaikan shalat secara berjamaah.
Di hari ke-sembilan, Salahuddin tidak sadarkan diri. Syekh Jafaar menyebutkan “Aku sedang membaca Al-Qur’an di sisi tempat tidurnya, dan ketika mencapai ayat “Dia-lah Allah, dan tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Mengetahui perkara ghaib.” Salahuddin sudah tidak sadarkan diri untuk beberapa lama, tapi tiba-tiba aku mendengar suaranya yang lemah mengatakan “Sahih. Kau telah bicara benar. Selama 3 hari aku membaca Al-Qur’an di sisi tempat tidur Salahuddin, dan pada hari terakhirnya, aku mencapai ayat “Tidak ada tuhan selain Allah dan kepada-Nya aku beriman.” Ketika aku melihat wajah Salahuddin, wajahnya menjadi bercahaya, kemudian dia mengucapkan kalimat syahadat, dan meninggal dunia.”
Ibnu Shaddad menyebutkan bahwa inilah bencana terbesar yang menimpa umat muslim sejak kehancuran Khulafaurrasyidin. Ibn Shaddad menyebutkan “Seringkali aku mendengar pepatah yang mengatakan “Kuharap aku dapat meninggal menggantikan Salahuddin.” Aku selalu berpikir bahwa ini adalah metafora. Tapi kemudian aku menyadari hal yang sebenarnya dari pepatah itu ketika Salahuddin meninggal.
Abdul Latif, seorang penyair yang terkenal berkata bahwa Salahuddin ditangisi layaknya seorang nabi, karena setiap orang mencintainya, bahkan umat non-muslim mencintainya.
Dan apa yang ditinggalkan Salahuddin setelah dia wafat? Dia hanya meninggalkan 1 dinar dan 47 dirham, beberapa jubah perang, dan seekor kuda, padahal dia adalah raja Mesir, Siria, Lebanon, dan Yaman. Hanya inilah yang ditinggalkannya, sampai-sampai umat Muslim harus meminjam uang untuk mengurus jenazahnya. Dia wafat pada saat fajr, dan jenazahnya dimakamkan setelah dzuhur.
Orang-orang berteriak dan menangis ketika Salahuddin meninggal. Dan banyak orang yang pingsan ketika mereka melihat jenazahnya karena mereka tidak percaya bahwa Salahuddin telah meniggal.
Bahkan Qadhi Fadhil memberikan fatwa bahwa Salahuddin harus dikubur dengan pedangnya, sehingga ketika di hari kiamat dimana dia akan dibangkitkan kembali, dan salah satu dari ketujuh orang yang mendapat naungan dari Allah adalah, seorang penguasa yang adil. Ketika dia berada di dalam naungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia dapat bersandar pada pedangnya, jadi setiap orang dapat melihat, bahwa dialah sang pembebas Tanah Suci.
Salahuddin adalah orang yang membebaskan Tanah Suci Yerussalem, dialah orang yang membuka gerbang benteng dan kastil orang-orang Kristen. Dan di batu nisannya, mereka menulis “Ya Allah, sebagai kemenangan terakhirnya, bukakanlah untuknya pintu surga!
Salahuddin adalah salah satu pahlawan Islam terbaik. Tapi masalahnya dengan umat muslim pada masa kini adalah, kita telah meninggalkan kejayaan kita. Kau tahu, seperti yang dikatakan seorang penyair:
“Umat muslim datang ke kubur Salahuddin dan mereka terus-menerus berdatangan. Dan apa yang mereka lakukan? Mereka berada di sisi kuburan Salahuddin dan berkata “Wahai Salahuddin, bangunlah! Bangunlah wahai Salahuddin, kami membutuhkanmu! Tidakkah kau melihat apa yang terjadi di Iraq, Afghanistan, dan Palestina? Tidakkah kau melihat pemimpin bodoh yang kami miliki? Wahai Salahuddin kami membutuhkanmu untuk membebaskan Tanah Suci! Sampai-sampai kuburannya mengeluh karena hal ini. Berapa kali dalam setahun kalian akan membangunkan Salahuddin? Berapa kali kalian akan mencambuk Salahuddin karena sifat penakut kalian sendiri?” Apakah telah sampai pada keadaan sampai-sampai yang hidup meminta bantuan kepada yang mati?”
Yang menjadi masalah adalah, tidak ada seorangpun yang bercita-cita menjadi Salahuddin. Tidak ada seorangpun yang bercita-cita menjadi Umar ibn Khatab, Abu Dzar, atau Abu Bakar R.A., Khadijah, atau Fatimah. Tidak ada seorangpun yang mencoba seperti mereka. Kita telah meninggalkan kejayaan kita. Sudah seharusnya kita bangkit dan mengembalikan kejayaan Islam seperti sedia kala.

0 komentar:

Solahuddin al ayyubi sang macan perang

Shalahuddin Al-Ayyubi sebenarnya hanya nama julukan dari Yusuf bin Najmuddin. Shalahuddin merupakan nama gelarnya, sedangkan al-Ayyubi nisbah keluarganya. Beliau sendiri dilahirkan pada tahun 532 H/ 1138 M di Tikrit, sebuah wilayah Kurdi di utara Iraq. Sejak kecil Shalahuddin sudah mengenal kerasnya kehidupan.
Pada usia 14 tahun, Shalahuddin ikut kaum kerabatnya ke Damaskus, menjadi tentara Sultan Nuruddin, penguasa Suriah waktu itu. Karenan memang pemberani, pangkatnya naik setelah tentara Zangi yang dipimpin oleh pamannya sendiri, Shirkuh, berhasil memukul mundur pasukan Salib (crusaders) dari perbatasan Mesir dalam serangkaian pertempuran.
Pada tahun 1169, Shalahuddin diangkat menjadi panglima dan gubernur (wazir) menggantikan pamannya yang wafat. Setelah berhasil mengadakan pemulihan dan penataan kembali sistem perekonomian dan pertahanan Mesir, Shalahuddin mulai menyusun strateginya untuk membebaskan Baitul Maqdis dari cengkeraman tentara Salib. 

Shalahuddin terkenal sebagai penguasa yang menunaikan kebenaran—bahkan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme. Tepat pada bulan September 1174, Shalahuddin menekan penguasa Dinasti Fatimiyyah supaya tunduk dan patuh pada Khalifah Daulat Abbasiyyah di Baghdad. Belom cukup sampai di situ, tiga tahun kemudian, sesudah kematian Sultan Nuruddin, Shalahuddin melebarkan sayap kekuasaannya ke Suriah dan utara Mesopotamia.
Satu persatu wilayah penting berhasil dikuasinya: Damaskus (pada tahun 1174), Aleppo atau Halb (1138) dan Mosul (1186). Sebagaimana diketahui, berkat perjanjian yang ditandatangani oleh Khalifah Umar bin Khattab dan Uskup Sophronius menyusul jatuhnya Antioch, Damaskus, dan Yerusalem pada tahun 636 M, orang-orang Islam, Yahudi dan Nasrani hidup rukun dan damai di Suriah dan Palestina. 

Mereka bebas dan aman menjalankan ajaran agama masing-masing di kota suci tersebut. Perang Salib Namun kerukunan yang telah berlangsung selama lebih 460 tahun itu kemudian porak-poranda akibat berbagai hasutan dan fitnah yang digembar-gemborkan oleh seorang patriarch bernama Ermite.
Provokator ini berhasil mengobarkan semangat Paus Urbanus yang lantas mengirim ratusan ribu orang ke Yerusalem untuk Perang Salib Pertama. Kota suci ini berhasil mereka rebut pada tahun 1099.
Ratusan ribu orang Islam dibunuh dengan kejam dan biadab, sebagaimana mereka akui sendiri: “In Solomon’s Porch and in his temple, our men rode in the blood of the Saracens up to the knees of their horses.” Menyadari betapa pentingnya kedudukan Baitul Maqdis bagi ummat Islam dan mendengar kezaliman orang-orang Kristen di sana, maka pada tahun 1187 Shalahuddin memimpin serangan ke Yerusalem. Orang Kristen mencatatnya sebagai Perang Salib ke-2.

Pasukan Shalahuddin berhasil mengalahkan tentara Kristen dalam sebuah pertempuran sengit di Hittin, Galilee pada 4 July 1187. Dua bulan kemudian (Oktober tahun yang sama), Baitul Maqdis berhasil direbut kembali. 

Berita jatuhnya Yerusalem menggegerkan seluruh dunia Kristen dan Eropa khususnya. Pada tahun 1189 tentara Kristen melancarkan serangan balik (Perang Salib ke-3), dipimpin langsung oleh Kaisar Jerman Frederick Barbarossa, Raja Prancis Philip Augustus dan Raja Inggris Richard ‘the Lion Heart’. Perang berlangsung cukup lama. Baitul Maqdis berhasil dipertahankan, dan gencatan senjata akhirnya disepakati oleh kedua-belah pihak.
Pada tahun 1192 Shalahuddin dan Raja Richard menandatangani perjanjian damai yang isinya membagi wilayah Palestina menjadi dua: daerah pesisir Laut Tengah bagi orang Kristen, sedangkan daerah perkotaan untuk orang Islam; namun demikian kedua-belah pihak boleh berkunjung ke daerah lain dengan aman.

Setahun kemudian, tepatnya pada 4 Maret 1193, Shalahuddin menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika meninggal dunia di Damaskus, Shalahuddin tidak memiliki harta benda yang berarti. Padahal beliau adalah seorang pemimpin. Tapi hal baik yang ditinggalkan oleh orang baik selalu akan menjadi bagian kehidupan selamanya. 

Kontribusinya buat Islam sungguh tidak pernah bisa diukur dengan apapun di dunia ini. Parcel untuk Musuh Banyak kisah-kisah unik dan menarik seputar Shalahuddin al-Ayyubi yang layak dijadikan teladan, terutama sikap ksatria dan kemuliaan hatinya. Di tengah suasana perang, ia berkali-kali mengirimkan es dan buah-buahan untuk Raja Richard yang saat itu jatuh sakit.
Ketika menaklukkan Kairo, ia tidak serta-merta mengusir keluarga Dinasti Fatimiyyah dari istana-istana mereka. Ia menunggu sampai raja mereka wafat, baru kemudian anggota keluarganya diantar ke tempat pengasingan mereka. Gerbang kota tempat benteng istana dibuka untuk umum. Rakyat dibolehkan tinggal di kawasan yang dahulunya khusus untuk para bangsawan Bani Fatimiyyah. Di Kairo, ia bukan hanya membangun masjid dan benteng, tapi juga sekolah, rumah-sakit dan bahkan gereja. 

Shalahuddin juga dikenal sebagai orang yang saleh dan wara‘. Ia tidak pernah meninggalkan salat fardu dan gemar salat berjamaah. Bahkan ketika sakit keras pun ia tetap berpuasa, walaupun dokter menasihatinya supaya berbuka. “Aku tidak tahu bila ajal akan menemuiku,” katanya. Shalahuddin amat dekat dan sangat dicintai oleh rakyatnya. Ia menetapkan hari Senin dan Selasa sebagai waktu tatap muka dan menerima siapa saja yang memerlukan bantuannya. Ia tidak nepotis atau pilih kasih. 

Pernah seorang lelaki mengadukan perihal keponakannya, Taqiyyuddin. Shalahuddin langsung memanggil anak saudaranya itu untuk dimintai keterangan. Pernah juga suatu kali ada yang membuat tuduhan kepadanya. Walaupun tuduhan tersebut terbukti tidak berdasar sama sekali, Shalahuddin tidak marah. Ia bahkan menghadiahkan orang yang menuduhnya itu sehelai jubah dan beberapa pemberian lain. Ia memang gemar menyedekahkan apa saja yang dimilikinya dan memberikan hadiah kepada orang lain, khususnya tamu-tamunya. Ia juga dikenal sangat lembut hati, bahkan kepada pelayannya sekalipun. Pernah ketika ia sangat kehausan dan minta dibawakan segelas air, pembantunya menyuguhkan air yang agak panas. Tanpa menunjukkan kemarahan ia terus meminumnya. Kezuhudan Shalahuddin tertuang dalam ucapannya yang selalu dikenang: “Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.”

0 komentar: