Islamic valentine day

“Islamic Valentine Day”
EMHA AINUN NADJIB

JUDUL ini harus dikasih tanda petik di awal dan akhir, karena sesungguhnya itu istilah ngawur dari sudut apapun kecuali dari sisi iktikad baik tentang cinta kemanusiaan.

Islam bukan kostum drama, sinetron atau tayangan-tayangan teve Ramadhan. Islam itu substansi nilai, juga metodologi. Ia bisa memiliki kesamaan atau perjumpaan dengan berbagai macam substansi nilai dan metodologi lain, baik yang berasal dari “agama” lain, dari ilmu-ilmu sosial modern atau khasanah tradisi. Namun sebagai sebuah keseluruhan entitas, Islam hanya sama dengan Islam.

Bahkan Islam tidak sama dengan tafsir Islam. Tidak sama dengan pandangan pemeluknya yang berbagai-bagai tentang Islam. Islam tidak sama dengan Sunni, Syi’i, Muhammadiyah, NU, Hizbut Tahrir dan apapun saja aplikasi atas tafsir terhadap Islam. Islam yang sebenar-benarnya Islam adalah dan hanyalah Islam yang sejatinya dimaksudkan oleh Allah.

Semua pemeluk Islam berjuang dengan pandangan-pandangannya masing-masing mendekati sejatinya Islam. Sehingga tidak ada satu kelompok pun yang legal dan logis untuk mengklaim bahwa Islam yang benar adalah Islamnya kelompok ini atau itu. Kalau ada teman melakukan perjuangan “islamisasi”,
“dakwah Islam”, “syiar Islam”, bahkan perintisan pembentukan “Negara Islam Indonesia” — yang sesungguhnya mereka perjuangkan adalah Islamnya mereka masing-masing.

Dan Islamnya si A si B si C tidak bisa diklaim sebagai sama dengan Islamnya Allah sejatinya Islam. Demikianlah memang hakikat penciptaan Allah atas kehidupan. Sehingga Islam bertamu ke rumahmu tidak untuk memaksamu menerimanya. La ikraha fid-din. Tak ada paksaan dalam Agama, juga tak ada paksaan dalam menafsirkannya. Tafsir populer atas Islam bahkan bisa menggejala sampai ke tingkat pelecehan atas Islam itu sendiri.

Islam bisa hanya disobek-sobek, diambil salah satu sobekannya yang menarik bagi seseorang karena enak dan sesuai dengan seleranya. Islam bisa
diperlakukan hanya dengan diambil salah satu
unsurnya, demi mengamankan psikologi subyektif seseorang sesudah hidupnya ia penuhi dengan pelanggaran-pelanggaran terhadap Islam.

Islam bisa hanya diambil sebagai ikon untuk
mengkamuflase kekufuran, kemunafikan, kemalasan pengabdian, korupsi atau keculasan. Islam bisa dipakai untuk menipu diri, diambil satu faktor pragmatisnya saja: yang penting saya sudah tampak tidak kafir, sudah merasa diri bergabung dengan training shalat, sudah kelihatan di mata orang lain bahwa saya bagian dari orang yang mencari sorga, berdzikir, ingat keserakahan diri dan keserakahan itu bisa dihapus dengan beberapa titik air mata di tengah ribuan jamaah yang berpakaian putih-putih bagaikan pasukan Malaikat Jibril.

Sedemikian rupa sehingga kita selenggarakan dan lakukan berbagai formula dunia modern, industri liberal, mode show, pembuatan film, diskusi pengajian, yang penting dikasih kostum Islam.
Tentu saja tidak usah kita teruskan sampai tingkat menyelenggarakan tayangan “Gosip Islami”,
“Lokalisasi Pelacuran Islami”, “Peragaan Busana Renang Wanita Muslimah” atau pertandingan volley ball wanita Muslimah berkostum mukena putih-putih. Sampai kemudian dengan tolol dan ahistoris kita resmikan salah satu hari ganjil di tengah sepuluh hari terakhir Ramadhan sebagai Hari Valentine Islami….

Tapi sesungguhnya saya serius dengan makna Hari Kasih Sayang Islam versi Rasulullah Muhammad SAW. Fathu Makkah, yang diabadikan dalam AlQur’an sebagai Fathan Mubina, kemenangan yang nyata, terjadi pada Bulan Ramadhan, tepatnya pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Pasukan Islam dari Madinah merebut kembali kota Makkah. Diizinkan Allah memperoleh kemenangan besar. Ribuan tawanan musuh diberi amnesti massal….

Rasulullah berpidato kepada ribuan tawanan perang:
“…hadza laisa yaumil malhamah, walakinna hadza yaumul marhamah, wa antumut thulaqa….”. Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing-masing.

Pasukan Islam mendengar pidato itu merasa shock juga. Berjuang hidup mati, diperhinakan, dilecehkan sekian lama, ketika kemenangan sudah di genggaman: malah musuh dibebaskan. Itu pun belum cukup.

Rasulullah memerintahkan pampasan perang,
berbagai harta benda dan ribuan onta, dibagikan kepada para tawanan.

Sementara pasukan Islam tidak memperoleh apa-apa. Sehingga mengeluh dan memproteslah sebagian pasukan Islam kepada Rasulullah. Mereka dikumpulkan dan Muhammad SAW bertanya: “Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku?” Mereka menjawab: sekian tahun, sekian tahun…. “Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian?”

Tentu saja sangat mencintai. Rasulullah mengakhiri pertanyaannya: “Kalian memilih mendapatkan onta ataukah memilih cintaku kepada kalian?”
Menangislah mereka karena cinta Rasulullah kepada mereka tidak bisa dibandingkan bahkan dengan bumi dan langit. Tentu saja, andai kita berada di situ sebagai bagian dari pasukan Islam, kelihatannya kita menjawab agak berbeda: “Sudah pasti kami memilih cinta Rasulullah, tapi kalau boleh mbok ya juga diberi onta dan emas barang segram dua
gram…?”

Sumber : www.caknun.com
Http://kakecho.blogspot.com/

0 komentar:

Kesaksian muallaf islam

Nama saya Erika. Saya wanita berumur 23 tahun dan dari keturunan negara Latin. Tepatnya dari negara Mexico. Sekarang ini saya melanjutkan studi di Universitas New York (New York University).

Pertama kali saya jatuh hati dengan Islam ketika saya tinggal beberapa bulan di India bekerja sebagai guru sukarela untuk orang-orang miskin. Walaupun India bukan negara mayoritas Muslim tapi agama Islam dianut secara luas. Di mana-mana ada masjid dan dengan mudah ketemu dengan orang-orang Islam. 

Terus terang sebagai katolik saat itu, yang paling menarik bagi saya dalam Islam adalah konsep moniteisme yang sederhana, jelas dan tegas. Sementara sejujurnya sejak saya mulai dewasa saya tidak pernah puas dengan konsep ketuhanan dalam agama saya. Bahkan diam-diam saya menentangnya karena akal sehat saya tidak bisa menerima penjelasan para pendeta saat itu.

Sejak kembali dari India saya diam-diam mendalami Islam. Membaca terjemahan Al-quran dan beberapa buku tentang nabi Muhammad dan sejarah Islam. 

Sebelum datang ke Amerika saya belum pernah membayangkan kalau di Amerika saya akan ketemu dengan orang-orang Islam. Ternyata di negara ini begitu bangak orang Islam, bahkan lebih membanggakan karena rata-rata terdidik dan berprofesi. 

Saya kemudian kenalan dengan beberapa orang Islam. Salah satunya adalah Chika Nakamura. Beliau juga muallaf keturunan Jepang. Dialah yang kemudian lebih meyakinkan saya akan kebenaran Islam. 

Dalam waktu singkat saya memutuskan untuk mengikrarkan syahadat dan memeluk Islam. Akhamdulilah sejak itu saya memperdalam ilmu Islam saya di Nusantara Foundation di bawah asuhan Imam Shamsi Ali. 

Saya sangat bersyukur setelah masuk Islam. Karena selain saya merasakan ketenangan batin, juga saya lebih yakin dengan agama yang saya anut. Hatindan pikiran saya terasa harmoni dan menyatu. Sehingga benar-benar melahirkan rasa tenang dalam hidup saya. 

Saya sebenarnya tertarik untuk memakai jilbab sejak saya mulai mendalami Islam. Saya mempelajari arti dari hijab dan manfaatnya dalam kehidupan seorang wanita. 

Selain itu saya melihat memakai jilbab itu punya daya tarik tersendiri. Ada rasa aman, percaya diri, dan juga merasakan kedekatan dengan Tuhan. 

Sejujurnya ketika saya mulai memakainya ada rasa khawatir. Bukan takut. Kekhawatiran saya adalah kepeda keluarga khususnya karena mereka pasti akan terkejut dengan perubahan saya. Apalagi dalam suasana di mana Islam ditampilkan sebagai agama yang membahayakan. 

Nasehat saya untuk Muslimah di seluruh dunia adalah teruskan belajar Islam. Dengan ilmu orang-orang Islam akan mendapatkan kemuliaannya. Bangun rasa percaya diri. Jangan minder hanya karena tantangan atau bahkan cercaan orang lain. 

Insya Allah dengan percaya diri, ilmu dan komitmen mempraktekkan Islam orang-orang di sekitar kita akan semakin sadar bahwa Islam bukanlah seperti yang mereka pahami secara salah. 

Saya sendiri sekarang semakin merasa nyaman dengan Islam. Selain karena semakin tahu, bertambah keyakinan, juga saya mendapat pekerjaan yang baru di negara Oma sebagai guru taman kanak-kanak. Saya bahagia bisa hidup di tengah-tengah mayoritas Muslim. Semakin memperkuat rasa percaya diri saya sebagai seorang Muslim.

Terima kasih.

(Alhamdulillaah...).

0 komentar: